-
Pendahuluan
Merupakan suatu kenyataan bahwa kebutuhan akan energi, khususnya energi listrik di Indonesia, makin berkembang menjadi bagian tak terpisahkan dari kebutuhan hidup masyarakat sehari-hari seiring dengan pesatnya peningkatan pembangunan di bidang teknologi, industri dan informasi. Namun pelaksanaan penyediaan energi listrik yang dilakukan oleh PT.PLN (Persero), selaku lembaga resmi yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mengelola masalah kelistrikan di Indonesia, sampai saat ini masih belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan energi listrik secara keseluruhan. Kondisi geografis negara Indonesia yang terdiri atas ribuan pulau dan kepulauan, tersebar dan tidak meratanya pusat-pusat beban listrik, rendahnya tingkat permintaan listrik di beberapa wilayah, tingginya biaya marginal pembangunan sistem suplai energi listrik (Ramani,K.V,1992), serta terbatasnya kemampuan finansial, merupakan faktor-faktor penghambat penyediaan energi listrik dalam skala nasional.
Selain itu, makin berkurangnya ketersediaan sumber daya energi fosil, khususnya minyak bumi, yang sampai saat ini masih merupakan tulang punggung dan komponen utama penghasil energi listrik di Indonesia, serta makin meningkatnya kesadaran akan usaha untuk melestarikan lingkungan, menyebabkan kita harus berpikir untuk mencari altematif penyediaan energi listrik yang memiliki karakter;
- dapat mengurangi ketergantungan terhadap pemakaian energi fosil, khususnya minyak bumi
- dapat menyediakan energilistrik dalam skala lokal regional
- mampu memanfaatkan potensi sumber daya energi setempat, serta
- cinta lingkungan, dalam artian proses produksi dan pembuangan hasil produksinya tidak merusak lingkungan hidup disekitarnya.
Sistem penyediaan energi listrik yang dapat memenuhi kriteria di atas adalah sistem konversi energi yang memanfaatkan sumber daya energi terbarukan, seperti: matahari, angin, air, biomas dan lain sebagainya (Djojonegoro,1992). Tak bisa dipungkiri bahwa kecenderungan untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi sumber-sumber daya energi terbarukan dewasa ini telah meningkat dengan pesat, khususnya di negara-negara sudah berkembang, yang telah menguasai rekayasa dan teknologinya, serta mempunyai dukungan finansial yang kuat. Oleh sebab itu, merupakan hal yang menarik untuk disimak lebih lanjut, bagaimana peluang dan kendala pemanfaatan sumber-sumber daya energi terbarukan ini di negara-negara sedang berkembang, khususnya di Indonesia.
Ramalan Kebutuhan dan Ketersediaan Energi Listrik di Indonesia
Dengan memperhatikan pertumbuhan ekonomi dalam sepuluh tahun terakhir, skenario "export-import" dan pertumbuhan penduduk, pada tahun 1990 diramalkan bahwa tingkat pertumbuhan kebutuhan energi listrik nasional dapat mencapai 8,2 persen rata-rata per tahun, seperti ditunjukkan dalam tabel-1 berikut.
Industri | 35.305 | 68,0 | 84.822 | 69,0 | 183.389 | 70,0 |
Rumah tangga | 9.865 | 19.00 | 22.2392 | 18.0 | 40.789 | 16.0 |
Fasilitas umum | 3.634 | 7,0 | 6.731 | 6.0 | 12.703 | 5.5 |
Komersial | 3.115 | 6.0 | 8.811 | 7,0 | 21.869 | 8.5 |
Total | 51.919 | 100.0 | 122.603 | 100.0 | 258.747 | 100.0 |
Sumber: Djojonegoro, 1992
Kebutuhan energi listrik tersebut diharapkan dapat dipenuhi oleh pusat-pusat pembangkit listrik, baik yang dibangun oleh pemerintah maupun non-pemerintah. Sebagai ilustrasi, pada tahun 1990 kebutuhan energi listrik sebesar 51.919 GWh telah dipenuhi oleh seluruh pusat pembangkit listrik yang ada dengan kapasitas daya terpasang sekitar 22.000 MW. Sehingga pada tahun 2010 dari kebutuhan energi listrik, yang diramalkan mencapai 258.747 GWh per tahun, diharapkan dapat dipenuhi oleh sistem suplai energi listrik dengan kapasitas total sebesar 68.760 MW, yang komposisi sumber daya energinya seperti diperlihatkan dalam tabel-2
Sumber Energi | 1990 | 2000 | 2010 | |||
MW | persen | MW | persen | MW | persen | |
Batubara Gas Minyak Solar Panas Bumi Air Biomass Lain-lain (Surya Angin) | 1.930 3.530 2.210 11.020 170 2.850 270 20 | 8.8 16.0 10.0 50.1 0.8 13.0 1.2 0.1 | 10.750 7.080 1.950 9.410 500 7.720 290 160 | 28.4 18.7 5.2 24.8 1.3 20.4 0.8 0.4 | 28.050 14.760 320 4.060 430 10.310 460 370 | 35.3 21.5 0.5 5.9 0.6 15.0 0.7 0.5 |
Total | 22.000 | 100.0 | 37.860 | 100.0 | 68.760 | 100.0 |
Sumber: Djojonegoro, 1992 & Wibawa, 1996.
Dari tabel-2 ini tampak jelas terlihat, bahwa penggunaan minyak bumi, termasuk solar/minyak disel, sebagai bahan bakar produksi energi listrik akan sangat berkurang, sebaliknya pemanfaatan sumber-sumber daya energi baru dan terbarukan, seperti air, matahari, angin dan biomas, mengalami peningkatan yang cukup tajam. Kecenderungan ini tentu akan terus bertahan seiring dengan makin berkurangnya cadangan minyak bumi serta batubara, yang pada saat ini masih merupakan primadona banan bakar bagi pembangkit listrik di Indonesia.
Akan tetapi sejak tahun 1992 kebutuhan energi listrik nasional meningkat mencapai 18 persen rata-rata per tahun, atau sekitar dua kali lebih tinggi dari skenario yang dibuat pada tahun 1990. Hal ini disebabkan oleh tingginya pertumbuhan ekonomi nasional kaitannya dengan pertumbuhan industri dan jasa konstruksi. Jika keadaan ini terus bertahan, berarti diperlukan pula pengadaan sistem pembangkit energi listrik tambahan guna mengantisipasi peningkatan kebutuhan tersebut. Dilema yang timbul adalah bahwa di satu sisi, pusat-pusat pembangkit energi listrik yang besar tentu akan diorientasikan untuk mencukupi kebutuhan beban besar, seperti industri dan komersial. Di sisi lain perlu juga dipikirkan agar beban kecil, seperti perumahan dan wilayah terpencil, dapat dipenuhi kebutuhannya akan energi listrik. Salah satu alternatif yang dapat diupayakan adalah dengan membangun pusat-pusat pembangkit kecil sampai sedang yang memanfaatkan potensi sumber daya energi setempat, khususnya sumber daya energi baru dan terbarukan.
Peluang Pengembangan Energi Terbarukan di Indonesia
- Menipisnya cadangan minyak bumiSetelah terjadinya krisis energi yang mencapai puncak pada dekade 1970, dunia menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak bumi, sebagai salah satu tulang punggung produksi energi terus berkurangBahkan beberapa ahli berpendapat, bahwa dengan pola konsumsi seperti sekarang, maka dalam waktu 50 tahun cadangan minyak bumi dunia akan habis. Keadaan ini bisa diamati dengan kecenderungan meningkatnya harga minyak di pasar dalam negeri, serta ketidak stabilan harga tersebut di pasar internasional, karena beberapa negara maju sebagai konsumen minyak terbesar mulai melepaskan diri dari ketergantungannya kepada minyak bumi sekaligus berusaha mengendalikan harga, agar tidak meningkat. Sebagai contoh; pada tahun 1970 negara Jerman mengkonsumsi minyak bumi sekitar 75 persen dari total konsumsi energinya, namun pada tahun 1990 konsumsi tersebut menurun hingga tinggal 50 persen (Pinske, 1993).
Jika dikaitkan dengan penggunaan minyak bumi sebagai bahan bakar sistem pembangkit listrik, maka kecenderungan tersebut berarti akan meningkatkan pula biaya operasional pembangkitan yang berpengaruh langsung terhadap biaya satuan produksi energi listriknya. Di lain pihak biaya satuan produksi energi listrik dari sistem pembangkit listrik yang memanfaatkan sumber daya energi terbarukan menunjukkan tendensi menurun, sehingga banyak ilmuwan percaya, bahwa pada suatu saat biaya satuan produksi tersebut akan lebih rendah dari biaya satuan produksi dengan minyak bumi atau energi fosil lainnya. - Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pelestarian lingkunganDalam sepuluh tahun terakhir ini, pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pelestarian lingkungan hidup menunjukkan gejala yang positif. Masyarakat makin peduli akan upaya penanggulangan segala bentuk potusi, mulai dari sekedar menjaga kebersihan lingkungan sampai dengan mengontrol limbah buangan dan sisa produksi. Banyak pembangunan proyek fisik yang memperhatikan faktor pelestarian lingkungan, sehingga perusakan ataupun pengotoran yang merugikan lingkungan sekitar dapat dihindari, minimal dikurangi. Setiap bentuk produksi energi dan pemakaian energi secara prinsip dapat menimbulkan bahaya bagi manusia, karena pencemaran udara, air dan tanah, akibat pembakaran energi fosil, seperti batubara, minyak dan gas di industri, pusat pembangkit maupun kendaraan bermotor. Limbah produksi energi listrik konvensional, dari sumber daya energi fosil, sebagian besar memberi kontribusi terhadap polusi udara, khususnya berpengaruh terhadap kondisi klima.Pembakaran energi fosil akan membebaskan Karbondioksida (CO2) dan beberapa gas yang merugikan lainnya ke atmosfir. Pembebasan ini merubah komposisi kimia lapisan udara dan mengakibatkan terbentuknya efek rumah kaca (treibhouse effect), yang memberi kontribusi pada peningkatan suhu bumi. Guna mengurangi pengaruh negatif tersebut, sudah sepantasnya dikembangkan pemanfaatan sumber daya energi terbarukan dalam produksi energi listrik. Sebagai ilustrasi, setiap kWh energi listrik yang diproduksi dari energi terbarukan dapat menghindarkan pembebasan 974 gr CO2, 962 mg SO2 dan 700 mg NOx ke udara, dari pada Jlka diproduksi dari energi fosil. Bisa dihitung, jika pada tahun 1990 yang lalu 85 persen dari produksi energi listrik di Indonesia (sekitar 43.200 GWh) dihasilkan oleh energi fosil, berarti terjadi pembebasan 42 juta ton CO2, 41,5 ribu ton SO2 serta 30 ribu ton NOx. Kita tahu bahwa CO2 merupakan salah satu penyebab terjadinya efek rumah kaca, SO2 mengganggu proses fotosintesis pada pohon, karena merusak zat hijau daunnya, serta menjadi penyebab terjadinya hujan asam bersama-sama dengan NOx. Sedangkan NOx sendiri secara umum dapat menumbuhkan sel-sel beracun dalam tubuh mahluk hidup, serta meningkatkan derajat keasaman tanah dan air jika bereaksi dengan SO2.
Kendala pengembangan Energi terbarukan di Indonesia
Pemanfaatan sumber daya energi terbarukan sebagai bahan baku produksi energi listrik mempunyai kelebihan antara lain;
- relatif mudah didapat,
- dapat diperoleh dengan gratis, berarti biaya operasional sangat rendah,
- tidak mengenal problem limbah,
- proses produksinya tidak menyebabkan kenaikan temperatur bumi, dan
- tidak terpengaruh kenaikkan harga bahan bakar (Jarass,1980).
Akan tetapi bukan berarti pengembangan pemanfaatan sumber daya energi terbarukan ini terbebas dari segala kendala. Khususnya di Indonesia ada beberapa kendala yang menghambat pengembangan energi terbarukan bagi produksi energi listrik, seperti:
- harga jual energi fosil, misal; minyak bumi, solar dan batubara, di Indonesia masih sangat rendah. Sebagai perbandingan, harga solar/minyak disel di Indonesia Rp.380,-/liter sementara di Jerman mencapai Rp.2200,-/liter, atau sekitar enam kali lebih tinggi.
- rekayasa dan teknologi pembuatan sebagian besar komponen utamanya belum dapat dilaksanakan di Indonesia, jadi masih harus mengimport dari luar negeri.
- biaya investasi pembangunan yang tinggi menimbulkan masalah finansial pada penyediaan modal awal.
- belum tersedianya data potensi sumber daya yang lengkap, karena masih terbatasnya studi dan penelitian yang dilkakukan.
- secara ekonomis belum dapat bersaing dengan pemakaian energi fosil.
- kontinuitas penyediaan energi listrik rendah, karena sumber daya energinya sangat bergantung pada kondisi alam yang perubahannya tidak tentu.
Potensi sumber daya energi terbarukan, seperti; matahari, angin dan air, ini secara prinsip memang dapat diperbarui, karena selalu tersedia di alam. Namun pada kenyataannya potensi yang dapat dimanfaatkan adalah terbatas. Tidak di setiap daerah dan setiap waktu; matahari bersinar cerah air jatuh dari ketinggan dan mengailr deras serta angin bertiup dengan kencang Di sebabkan oleh keterbatasan-keterbatasan tersebut, nilaii sumber daya energi sampal saat ini belum dapat begitu menggantikan kedudukan sumber daya energi fosil sebagai bahan baku produksi energi listrik. Oleh sebab itu energi terbarukan ini lebih tepat disebut sebagai energi aditif, yaitu sumber daya energi tambahan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi listrik, serta menghambat atau mengurangi peranan sumber daya energi fosil.
Strategi Pengembangan Energi Terbarukan di Indonesia
Berdasar atas kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya mengembangkan dan meningkatkan peran energi terbarukan pada produksi energi listrik khususnya, maka beberapa strategi yang mungkin diterapkan, antara lain:
- meningkatkan kegiatan studi dan penelitian yang berkaitan dengan; pelaksanaan identifikasi setiap jenis potensi sumber daya energi terbarukan secara lengkap di setiap wilayah; upaya perumusan spesifikasi dasar dan standar rekayasa sistem konversi energinya yang sesuai dengan kondisi di Indonesia; pembuatan "prototype" yang sesuai dengan spesifikasi dasar dan standar rekayasanya; perbaikan kontinuitas penyediaan energi listrik; pengumpulan pendapat dan tanggapan masyarakat tentang pemanfaatan energi terbarukan tersebut.
- menekan biaya investasi dengan menjajagi kemungkinan produksi massal sistem pembangkitannya, dan mengupayakan agar sebagian komponennya dapat diproduksi di dalam negeri, sehingga tidak semua komponen harus diimport dari luar negeri. Penurunan biaya investasi ini akan berdampak langsung terhadap biaya produksi.
- memasyarakatkan pemanfaatan energi terbarukan sekaligus mengadakan analisis dan evaluasi lebih mendalam tentang kelayakan operasi sistem di lapangan dengan pembangunan beberapa proyek percontohan .
- meningkatkan promosi yang berkaitan dengan pemanfaatan energi dan upaya pelestarian lingkungan.
- memberi prioritas pembangunan pada daerah yang meliki potensi sangat tinggi, baik teknis maupun sosio-ekonomisnya.
- memberikan subsidi silang guna meringankan beban finansial pada tahap pembangunan. Subsidi yang diberikan, dikembalikan oleh konsumen berupa rekening yang harus dibayarkan pada setiap periode waktu tertentu. Dana yang terkumpul dari rekening tersebut digunakan untuk mensubsidi pembangunan sistem pembangkit energi listrik di wilayah lain.
Pembangunan sistem pembangkit energi listrik yang memanfaatkan sumber daya energi terbarukan, terutama air, sudah banyak dilaksanakan di Indonesia. Pemanfaatan energi angin banyak diterapkan di daerah pantai, seperti di Jepara, pulau Lombok, Sulawesi dan Bali. Sementara energi matahari telah dimanfaatkan di beberapa wilayah di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan wlayah timur Indonesia. Sebagian besar dari pembangunan tersebut berupa proyea-proyek percontohan.
Daftar Pustaka
- Djojonegoro,W., 1992, Pengembangan dan penerapan energi baru dan terbarukan, Lokakarya "Bio Mature Unit" (BMU) untuk pengembangan masyarakat pedesaan, BPPT, Jakarta.
- Fritzler,M., 1993, Stichwort-Umweltgiffe, Wilhelm Heyne Verlag, Moenchen, Germany.
- Jarass, 1980, Strom aus Wind - Integration einer regenerativen EnergieQuelle, Springer-Verlag, Berlin. Pinske,J.D., 1993, Elektrische Energieerzeugung, 2.vollst. ueberarb. Aufl., BG.Teubner, Stuttgart
- Ramani,K.V., 1992, Rural electnEcation and rural development, Rural electrification guide book for Asia & Pacific, Bangkok.
- Soetendro,H.,Soedirman,S.,Sudja,N., 1992, Rural Electnfication in Indonesia, Rural Electrification Guide book for Asia & the Pacific, Bangkok.
- Schleswag (Hrsg.), 1993, Additive Energien-intelligent genutzt, Flensburg, Germany.
- Wibawa,U., 1996, Effahrung mit dem Betneb Kleinwindhybrid Eanlage in Ciparanti-Ciamis, ARTES-lnstitu, Flensburg
- Zuhal,1995, Policy & Development Programs on Rural ElectriScation for next 10 years, Ditjen.Listrik & Pengembangan Energi, Departemen Pertambangan dan Energi, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar